Beijing – Sektor properti Tiongkok, yang menyumbang hampir 30% dari total PDB negara tersebut, kini berada di tengah badai deflasi yang mengkhawatirkan. Setelah serangkaian gagal bayar oleh pengembang raksasa, harga rumah baru di kota-kota tingkat dua dan tiga dilaporkan terus menurun selama 15 bulan berturut-turut. Fenomena ini bukan sekadar koreksi pasar, melainkan ancaman deflasi yang struktural yang berpotensi memicu efek domino di seluruh Asia.
Para ekonom dari IMF memperingatkan bahwa penurunan nilai aset properti ini menekan kekayaan rumah tangga Tiongkok, yang secara historis menanamkan sebagian besar tabungan mereka di sektor ini. Akibatnya, kepercayaan konsumen anjlok dan belanja rumah tangga melambat drastis. Ketika permintaan domestik Tiongkok melemah, negara-negara tetangga di Asia Tenggara, yang sangat bergantung pada ekspor bahan mentah dan komponen ke Tiongkok, mulai merasakan dampaknya. Harga komoditas seperti baja, nikel, dan semen mengalami tekanan jual yang signifikan.
Pemerintah Tiongkok telah mengambil langkah intervensi, termasuk pelonggaran kredit dan subsidi pembelian rumah, namun bailout besar-besaran masih dihindari. Keberhasilan Tiongkok mengelola pendaratan lunak di sektor properti ini akan sangat menentukan prospek pertumbuhan ekonomi regional dan global dalam beberapa tahun ke depan.