Logistik adalah urat nadi ekonomi global. Barang bergerak dari satu negara ke negara lain melalui jaringan transportasi yang kompleks. Kini, industri ini menghadapi revolusi besar dengan hadirnya self-driving truck, truk otonom yang bisa melaju tanpa sopir manusia.
Self-driving truck dipandang sebagai solusi untuk mengatasi krisis sopir truk yang melanda banyak negara, terutama di Amerika dan Eropa. Dengan teknologi otonom, perusahaan logistik bisa mengurangi ketergantungan pada tenaga manusia, sekaligus meningkatkan efisiensi.
Teknologi ini menggunakan kombinasi sensor LIDAR, radar, kamera, GPS, dan AI untuk membaca jalan, mengenali rambu, serta menghindari kecelakaan. Dalam kondisi tertentu, truk bisa beroperasi tanpa intervensi manusia, terutama di jalur tol yang panjang dan lurus.
Keunggulannya sangat besar. Self-driving truck bisa beroperasi 24 jam tanpa lelah, mengurangi biaya, dan mempercepat pengiriman barang. Selain itu, risiko kecelakaan akibat faktor manusia seperti kelelahan atau mengantuk bisa ditekan drastis.
Namun, tantangan juga besar. Regulasi belum siap, infrastruktur jalan harus disesuaikan, dan ada risiko keamanan siber jika sistem truk diretas. Selain itu, ribuan sopir truk bisa kehilangan pekerjaan, memicu gejolak sosial.
Beberapa perusahaan sudah melakukan uji coba. Waymo, Tesla, dan startup Aurora mengembangkan self-driving truck dengan hasil menjanjikan. Beberapa rute logistik di AS bahkan sudah diuji coba dengan pengawasan jarak jauh.
Jika berhasil diadopsi secara massal, self-driving truck bisa mengubah wajah logistik global. Biaya lebih murah, pengiriman lebih cepat, dan rantai pasok lebih efisien.
Revolusi ini menunjukkan bahwa masa depan logistik bukan lagi bergantung pada manusia, tetapi pada kecerdasan buatan. Self-driving truck bisa menjadi tulang punggung ekonomi digital abad ke-21.